Makalah Pengantar Bioteknologi
Bioteknologi Konvensional
“TEMPE”
Oleh:
Kelompok 2
Julistin Cahyani Salmon (1114040020)
Sumarni Nompo (1114040021)
Rini Puspayani (1114040059)
Miftahul Jannah (11140400 )
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke hadirat Tuhan yang
Maha Esa atas tersusunnya makalah ini, sehingga dapat selesai sesuai dengan
jadwal waktu yang diharapkan.
Penulis sadar bahwa bekal
pengetahuan tentang Bioteknologi Konvensional khususnya Pembuatan Tempe masih
sangat minim, namun sebagai langkah awal, semoga makalah ini dapat berguna.
Dalam penyusunan makalah ini, banyak
bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik bantuan
moril, materil maupun dorongan semangat. Untuk itu diucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Penulis
menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi, maupun
teknik penulisan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat kami harapkan.
Akhirnya
kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah
pengetahuan mengenai Bioteknologi Konvensional.
Makassar, 11 Desember 2014
Penulis
A. Deskripsi Produk
Tempe dan tahu merupakan sumber protein
nabati yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia. Studi pola konsumsi pangan
tahun 1993 menunjukkan bahwa tempe dan tahu dikonsumsi minimal 3 (tiga) kali
atau lebih dalam satu minggu oleh masyarakat (Soejadi et al., 1993).
Tempe adalah pangan asli Indonesia yang
dibuat dari bahan baku kedelai melalui proses fermentasi oleh Rhizopus sp.
Pembuatan tempe terdiri dari beberapa tahap yaitu sortasi, perebusan,
perendaman, pengupasan kulit, peragian dan fermentasi. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa tempe (kedelai) termasuk bahan pangan bergizi tinggi (Damardjati dan Widowati, 1995; Indrasari et
al., 1992)
Menurut Hermana
(1985), Tempe merupakan produk olahan kedelai yang
nilai gizinya menjadi meningkat
terutama protein, lemak, karbohidrat
dan vitamin. Kandungan gizi tempe juga menjadi mudah larut dalam air sehingga mudah dicerna bila dibanding
dengan kedelai, keuntungan yang lain
terjadinya kerusakanzat-zat anti
nutrisi pada kedelai.
Ragi tempe
merupakan bahan baku yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses
pembuatan tempe, ragi tempe dengan daya tumbuh yang rendah akan mengakibatkan
kegagalan dalam proses. Ragi tempe merupakan sediaan fermentasi atau dikenal
dengan stater yang mengandung mikroorganisme yang mempunyai peran penting dalam
fermentasi tempe, mikroorganisme tersebut berasal dari jenis kapang Rhizopus
diantaranya Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzhae, dan Rhizopus
stolonifer. Beberapa sifat specifik dari ordo Rhizopus ini antara
lain menggunakan sucrose, stachyose atau raffinose dalam
metabolisme, memerlukan oksigen atau bersifat aerobic, tumbuh dengan
cepat membentuk mycelia pada suhu 300 – 420C, bersifat proteolytic dan
lipolytic serta menggunakan asam lemak (fatty acids) yang
merupakan turunan dari lipids sebagai sumber energi. Ragi tempe dengan
kualitas yang baik akan menghasilkan tempe yang berkualitas antara lain
berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas
tempe.
B. Proses Pembuatan
Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut: kedelai kering dicuci, direndam
semalam pada suhu 250C esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam
dibuang. Kedelai lalu dimasak selama 30
menit. Sesudah itu didinginkan,
diinokulasikan dengan spora Rhizopus
oligosporus dan Rhizopus oryzae yang
dihasilkan dari proses peragian tempe, kemudian dibungkus dengan menggunakan
daun pisang atau kantong plastik yang diberi lubang dengan menggunakan jarum
atau garpu baru kemudian diinkubasikan pada suhu 300C selama 24-48
jam. Dalam waktu itu kedelai akan
terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur. Sekarang tempe siap untuk dikonsumsi. Adapun
beberapa bahan penolong yang memberi
pengaruh sangat signifikan terhadap
kualitas tempe yang dihasilkan antara lain
air, ragi tempe, fermentasi, sarana dan
prasarana proses serta tenaga kerja.
Secara umum
tujuan perebusan adalah untuk memudahkan hidrasi air ke dalam biji kedelai dan
membuat beberapa senyawa kompleks berantai panjang seperti protein dan
karbohidrat berubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Serta
menginaktifkan mikroorganisme yang tidak dikehendaki selama proses fermentasi.
Menurut
Shurtleff and Aoyagi (1979), suhu inkubasi selama proses fermentasi
tempe berkisar antara 250C-300C, dengan kelembaban relatif (RH) 70%-85% dan
waktu inkubasi selama 24-48 jam. Lama fermentasi yang cukup memberi pengaruh
langsung terhadap kualitas tempe, apabila waktu fermentasinya kurang maka tempe
yang terbentuk strukturnya tidak padat, warnanya tidak putih keabu-abuan dan
tidak berbau khas tempe.
Ruangan
untuk membuat tempe harus bersih dan tidak harus terbuat dari tembok. Ruangan
untuk pemeraman diberi jendela, agar udara dapat diatur dengan membuka atau
menutup jemdela tersebut. Di waktu musim hujan ruangan ini perlu diberi lampu
agar suhu ruangan tidak terlalu dingin (Hala, 2014).
C. Manfaat
Selain sebagai sumber zat gizi, tempe
juga memiliki manfaat untuk menjaga kesehatan tubuh. Tempe mengandung senyawa
anti bakteri yang aktif melawan bakteri gram positif dan bakteri penyebab diare
seperti Salmonella typhii, Shigella flexneri dan Escherichia coli (Affandi dan Mahmud 1985; Mahmud, 1987).
Berbagai laporan ilmiah membuktikan
bahwa tempe memiliki aktivitas hipokolesterolimea yang secara signifikan dapat
menurunkan kadar kolesterol setelah dikonsumsi (Brata-Arbai, 1995).
Pada kondisi fisiologi normal, tubuh memiliki
kemampuan pertahanan untuk menetralkan radikal bebas dan mencegah peroksidasi
lipid. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya aktivitas enzim antioksidasi
yaitu enzim Superoxide Dismutase (SOD). Enzim SOD adalah enzim yang
mengkatalisa perubahan anion superoksida menjadi oksigen dan hidrogen
peroksida. Aktivitas enzim SOD meningkat selama proses fermentasi kedelai
menjadi tempe.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, E dan
M.K.M.S. Mahmud. 1985. Pengujian
Aktivitas Antibakterial pada Tempe terhadap Bakteri Penyebab Diare.
Penelitian Gizi dan Makanan, 8 : 45-46
Brata-Arbai,
A.M. 1995. Tempe dan Sifat
Hipokalesterolemik beberapa Pengamatan Sifat-Sifat Hipokolesterolemik pada
Pasien Hiperlipidaemia. Proceeding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan
Tradisional. Jakarta 9-1 Juni 1995. Kantor Menteri Negara Urasan Pangan.
Jakarta.
Hala, Yusminah. Hartono. 2014. Penuntun Pengantar
Bioteknologi. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Hermana. 1985. Pengolahan
Kedelai menjadi Bahan Makanan,
di dalam S.Somaatmadja, M.Ismunadji, Sumarno, M.Syam, S.O. manurung (ed),
Kedelai, Pusat Penelitian Pengembangan Tanaman
Pangan, Bogor.
Indrasari, S.D.,
D.K. Sadra and D.S. Damardjati, 1992. Evaluation of producer acceptance on
soypigeonpea tempe prodction in Puwakarta District, Indonesia. Proceedings of
the 4th ASEAN Food Conference 1992. Jakarta. Indonesia. pp. 604-615
Shurtleff, W.
and A. Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh, Harper and Row Publisher, New
York.
Soejadi, E.Y.
Purwani dan D.S. Damardjati, 1993. Studi pola Konsumsi dan tata menu masyarakat
di beberapa daerah di Indonesia. Reflektor 6 (1-2) : 18-25.