The Reason of My Life

The Reason of My Life
terimakasih untuk setiap cinta dari kalian untuk azt :*

Jumat, 18 April 2014

HEWAN ENDEMIK SULAWESI DAN KONSERVASINYA


A. Pengertian Spesies Endemik (Endemis)
Spesies endemik merupakan gejala alami sebuah biota untuk menjadi unik pada suatu wilayah geografi tertentu. Sebuah spesies bisa disebut endemik jika spesies tersebut merupakan spesies asli yang hanya bisa ditemukan di sebuah tempat tertentu dan tidak ditemukan di wilayah lain. Wilayah di sini dapat berupa pulau, negara, atau zona tertentu. Contoh spesies endemik adalah Anoa yang hanya bisa ditemukan sebagai spesies alami di Sulawesi saja.
1.      Seekor anoa dataran rendah Bubalus Depressicornis
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom    : Animalia
Filum        : Chordata
Kelas         : Mamalia
Ordo         : Artiodactyla
Famili       : Bovidae
Genus       :Bubalus
Spesies     : B.depressicornis
                    Anoa adalah satwa endemik yang paling tekenal di kepulauan Sulawesi. Ada dua spesies anoa yaitu Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan sapi sehingga sering juga disebut dengan sapi hutan. Anoa dewasa memiliki berat 150-300 kg. Anak anoa akan dilahirkan sekali dalam setahun. Namun sekarang hewan ini terancam punah. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup dihutan sepanjang pulau sulawesi. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.

2. Babirusa (latin : babyrousa babyrussa)
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom    : Animalia
Filum        : Chordata
Kelas         : Mamalia
Ordo         : Artiodactyla
Famili       : Suidae
Genus       : Babyrousa
Spesies     : Bbabyrussa

Babirusa yang dalam bahasa latin babyrousa babyrussa) hanya bisa dijumpai di Sulawesi dan pulau-ulau sekitarnya seperti pulau Togian, Sula, Buru, Malenge, dan Maluku. Sebagai hewan endemk Babirusa tidak ditemukan di tempat lainnya. Sayangnya satwa endemik ini mulai langka, populasinya hingga sekarang tidak diketahui dengan pasti. Namun berdasarkan persebaranya yang terbatas oleh UICN Redlist satwa endemic ini didaftarkan dalam kategori konservasi Vulnerable (rentan) sejak tahun 1986. Dan oleh CITES binatang langka dan dilindungi inipun didaftar dalam Apendiks 1 yang berarti tidak boleh dibunuh dan diperdagangkan. 
Buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, jamur dan dedaunan merupakan makanan yang biasa disantapsehari-hari. Mempunyai taring yang mencuat keluar sebagai tameng mata dari duri dan rotanketika mereka mencari makan. Habitatnya meliputi pulau sulawesi, kepulauan maluku dan sekitarnya.

3.  Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi)

http://1.bp.blogspot.com/_-FEJSl4rdjk/TSfMrW7d9AI/AAAAAAAAACM/8biYdKB_CkM/s1600/anoa+pegu.jpeg










Panjang kepala-badan: 150 cm, ekor: 24 cm, tinggi bahu: 70 cm, Tanduk: 15 – 20 cm. Anoa gunung adalah hewan yang terancam punah, hewan ini adalah subfamili sapi liar, namun karena ukurannya yang kecil lebih mirip dengan rusa. Anoa gunung hewan endemik Indonesia, ada hanya di provinsiSulawesi dan pulau dekat Buton. Sangat sedikit yang diketahui tentang preferensi habitat anoa gunung, karena itu adalah pemalu dan sedikit yang mempelajarinya. Hewan ini diketahui hidup di ketinggian antara 500 dan 2.000 meter, namun laporan-laporan berbeda pada habitat lain. Ada yang mengatakan bahwa anoa pegunungan mendiami wilayah hutan lebat yang terdiri dari beragam vegetasi, sedangkan laporan lainnya mereka suka area hutan yang relatif terbuka dengankepadatan tanaman dan sumber-sumber air.

4. Tarsius tarsier (Binatang Hantu/Kera Hantu/Monyet Hantu)
http://4.bp.blogspot.com/_-FEJSl4rdjk/TSfM3PXjvUI/AAAAAAAAACg/A5umArDiHRU/s1600/tarsius.jpeg
            Tarsius adalah makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur pada siang hari. Oleh sebab itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang paling utama adalah serangga seperti kecoa, jangkrik, dan kadang-kadang reptil kecil, burung, dan kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan, juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar, dan Peleng. Tarsius juga dapat ditemukan di Filipina. Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan "balao cengke" atau "tikus jongkok" jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia.

5.      Maleo (Macrocephalon maleo)
http://1.bp.blogspot.com/_-FEJSl4rdjk/TSfM0_Ir4TI/AAAAAAAAACc/cw5VOiVAtMc/s1600/burung+maleo.jpegBurung Maleo (Macrocephalon maleo)

              Klasifikasi ilmiah:
              Kerajaan: Animalia
              Filum: Chordata
              Kelas: Aves
              Ordo: Galliformes
              Famili: Megapodiidae
              Genus: Macrocephalon
              Spesies: Macrocephalon maleo

Maleo Senkawor atau Maleo, yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon maleo adalah sejenis burung gosong berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm, dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon. Yang unik dari maleo adalah, saat baru menetas anak burung maleo sudah bisa terbang. Ukuran telur burung maleo beratnya 240 gram hingga 270 gram per butirnya, ukuran rata-rata 11 cm, dan perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali lipat dari ukuran telur ayam. Tidak semua tempat di Sulawesi bisa ditemukan maleo. Sejauh ini, ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang memliki sejarah geologi yang berhubungan dengan lempeng pasifik atau Australasia. Populasi hewan endemik Indonesia ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni di daearah Kabupaten Donggala (Desa Pakuli dan sekitarnya) dan Kabupaten Luwuk Banggai. Populasi maleo di Sulawesi mengalami penurunan sebesar 90% semenjak tahun 1950-an. Berdasarkan pantauan di Tanjung Matop,Tolitoli,Sulawesi Tengah, jumlah populasi dari maleo terus berkurang dari tahun ke tahun karena dikonsumsi dan juga telur-telur yang terus diburu oleh warga

6.       Burung Allo
Salah satu Flora khas sulawesi yang sangat terkenal adalah burung allo atau dalam nama Indonesia disebut Rangkong sulawesi, hewan ini merupakan salah satu burung endemik Sulawesi. Allo merupakan salah satu dari enam spesies kunci yang penting bagi indikator kelestarian Taman Nasional Lore Lindu. Dari 54 jenis yang ada di dunia terdapat 14 jenis burung rangkong tersebar di Di Indonesia , dan terdapat  3 jenis endemik Indonesia. Tiga jenis yang endemik Indonesia itu ialah Penelopides exarhatus (Kangkareng Sulawesi) dan Aceros Cassidix (Julang Sulawesi) keduanya hanya ada di Sulawesi, serta Aceros averitti (Julang Sumba) hanya ada di Sumba. Semua jenis Rangkong di Indonesia dilindungi oleh undang-undang dan terancam kepunahan akibat berbagaifaktor.
Di Sulawesi Tengah Taman Nasional Lore Lindu merupakan rumah yang sangat aman bagi spesies ini, Saat ini diperkirakan masih terdapat ribuan ekor burung rangkong yang menghuni Taman nasional Lore Lindu.

7.      Kambing Marica
Kambing Marica adalah suatu variasi lokal dari Kambing Kacang. Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan hampir punah (endargement). Daerah populasi kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan. Kambing Marica punya potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Kambing Marica dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau hanya memakan rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-batu.Ciri yang paling khas pada kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga kambing kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah dan agresif, adalah salah satu ciri dari kambing Marica
Penurunan populasi kambing kacang (kambing Jawa), menggugah Muchamad Muchlas dkk untuk menyelamatkan plasma nutfah asli Indonesia itu dari kepunahan. Pemicunya adalah banyaknya kambing kacang betina produktif yang disembelih di Rumah Potong Hewan (RPH). Mengambil ovarium yang mengandung sel telur dari limbah RPH adalah salah satu solusinya.
RPH Sukun Kota Malang menjadi lokasi penelitian Muchlas dkk. Dari hasil pengamatannya, dalam satu hari ada sekitar 50 ekor kambing kacang betina yang dipotong. Sementara itu, kambing kacang jantan hanya 30 ekor. Berawal dari situlah ia mulai tergerak. Betapa tidak, jika hal tersebut dilakukan terus menerus, maka secara tidak langsung populasi kambing kacang tersebut akan punah.
Muchlas dkk tak ingin hal tersebut terus berlangsung. Ia pun menerima masukan dan pemikiran dari kedua temannya Safitri dan Lukman Hakim, serta dosen pembimbingnya, Dr.Ir. Gatot Ciptadi, DESS. Hasilnya, tercetuslah untuk memanfaatkan ovarium dari limbah kambing kacang betina produktif dari RPH. “Ovarium yang berpotensi mengandung sel telur kita ambil dan amankan. Ovarium bisa menjadi embrio melalui teknik fertilisasi in vitro,” ungkap Muchamad Muchlas kepada Majalah Sains Indonesia.
Konsep dan implementasi dari program Livestock Genomics House ini sebagai strategi dalam konservasi plasma nutfah kambing kacang betina produktif dengan metode vitrifikasi sebagai sumber potensial oosit untuk produksi embrio secara in vitro. Vitrifikasi oosit adalah proses pembekuan oosit dimana cairan dapat berubah menjadi padat tanpa pembentukan kristal es. 
“Hasil pembekuan sel telur akan dipaket menjadi sebuah bank oosit yang hasilnya bisa dibuahi melalui kultur folikel preantral. Pembuahan diharapkan mampu menghasilkan embrio yang nantinya akan dikembangkan pertumbuhannya melalui teknologi reproduksi,” papar mahasiswa semester 3 Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ini. Hasil dari Livestock Genomics House adalah bibit kambing kacang yang berkualitas yang diperoleh melalui teknologi reproduksi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar