A. Pengertian Spesies Endemik
(Endemis)
Spesies endemik
merupakan gejala alami sebuah biota untuk menjadi unik pada suatu wilayah
geografi tertentu. Sebuah spesies bisa disebut endemik jika spesies tersebut
merupakan spesies asli yang hanya bisa ditemukan di sebuah tempat tertentu dan
tidak ditemukan di wilayah lain. Wilayah di sini dapat berupa pulau, negara,
atau zona tertentu. Contoh spesies endemik adalah Anoa yang hanya bisa
ditemukan sebagai spesies alami di Sulawesi saja.
1. Seekor anoa dataran rendah Bubalus Depressicornis
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Genus :Bubalus
Spesies : B.depressicornis
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Genus :Bubalus
Spesies : B.depressicornis
Anoa adalah
satwa endemik yang paling tekenal di kepulauan Sulawesi. Ada dua spesies anoa
yaitu Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran
Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang
tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan sapi sehingga sering juga
disebut dengan sapi hutan. Anoa dewasa memiliki berat 150-300 kg. Anak anoa
akan dilahirkan sekali dalam setahun. Namun sekarang hewan ini terancam punah.
Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup
dihutan sepanjang pulau sulawesi. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya,
tanduknya dan dagingnya.
2. Babirusa
(latin : babyrousa babyrussa)
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Suidae
Genus : Babyrousa
Spesies : B. babyrussa
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Suidae
Genus : Babyrousa
Spesies : B. babyrussa
Babirusa
yang dalam bahasa latin babyrousa babyrussa) hanya bisa
dijumpai di Sulawesi dan pulau-ulau sekitarnya seperti pulau Togian, Sula,
Buru, Malenge, dan Maluku. Sebagai hewan endemk Babirusa tidak ditemukan di
tempat lainnya. Sayangnya satwa endemik ini mulai langka, populasinya hingga
sekarang tidak diketahui dengan pasti. Namun berdasarkan persebaranya yang
terbatas oleh UICN Redlist satwa endemic ini didaftarkan dalam kategori
konservasi Vulnerable (rentan) sejak tahun 1986. Dan oleh CITES binatang langka
dan dilindungi inipun didaftar dalam Apendiks 1 yang berarti tidak boleh dibunuh
dan diperdagangkan.
Buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, jamur dan dedaunan merupakan
makanan yang biasa disantapsehari-hari. Mempunyai taring yang mencuat keluar
sebagai tameng mata dari duri dan rotanketika mereka mencari makan. Habitatnya
meliputi pulau sulawesi, kepulauan maluku dan sekitarnya.
3. Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi)
Panjang
kepala-badan: 150 cm, ekor: 24 cm, tinggi bahu: 70 cm, Tanduk: 15 – 20 cm. Anoa
gunung adalah hewan yang terancam punah, hewan ini adalah subfamili sapi
liar, namun karena ukurannya yang kecil lebih mirip dengan rusa. Anoa gunung
hewan endemik Indonesia, ada hanya di provinsiSulawesi dan pulau
dekat Buton. Sangat sedikit yang diketahui tentang preferensi habitat anoa
gunung, karena itu adalah pemalu dan sedikit yang mempelajarinya. Hewan
ini diketahui hidup di ketinggian antara 500 dan 2.000 meter, namun
laporan-laporan berbeda pada habitat lain. Ada yang mengatakan bahwa anoa
pegunungan mendiami wilayah hutan lebat yang terdiri dari beragam vegetasi, sedangkan
laporan lainnya mereka suka area hutan yang relatif terbuka
dengankepadatan tanaman dan sumber-sumber air.
4. Tarsius tarsier (Binatang Hantu/Kera
Hantu/Monyet Hantu)
Tarsius
adalah makhluk nokturnal yang
melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur pada siang hari. Oleh sebab itu
Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang paling utama adalah
serangga seperti kecoa, jangkrik, dan kadang-kadang reptil kecil, burung, dan
kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan,
juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar,
dan Peleng. Tarsius juga dapat ditemukan di Filipina.
Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih
dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan "balao cengke"
atau "tikus jongkok" jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia.
5.
Maleo (Macrocephalon
maleo)
Burung Maleo (Macrocephalon maleo)
Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Galliformes
Famili: Megapodiidae
Genus: Macrocephalon
Spesies: Macrocephalon maleo
Maleo
Senkawor atau Maleo, yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon
maleo adalah sejenis burung gosong berukuran sedang, dengan panjang sekitar
55cm, dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon.
Yang unik dari maleo adalah, saat baru menetas anak burung maleo sudah bisa
terbang. Ukuran telur burung maleo beratnya 240 gram hingga 270 gram per
butirnya, ukuran rata-rata 11 cm, dan perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali
lipat dari ukuran telur ayam. Tidak semua tempat di Sulawesi bisa ditemukan
maleo. Sejauh ini, ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang memliki
sejarah geologi yang berhubungan dengan lempeng pasifik atau Australasia. Populasi hewan endemik
Indonesia ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi
khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni di daearah Kabupaten Donggala (Desa
Pakuli dan sekitarnya) dan Kabupaten Luwuk Banggai. Populasi maleo
di Sulawesi mengalami penurunan sebesar 90% semenjak tahun 1950-an. Berdasarkan
pantauan di Tanjung Matop,Tolitoli,Sulawesi Tengah, jumlah populasi dari maleo
terus berkurang dari tahun ke tahun karena dikonsumsi dan juga telur-telur yang
terus diburu oleh warga
6.
Burung
Allo
Salah satu Flora khas sulawesi yang
sangat terkenal adalah burung allo atau dalam nama Indonesia disebut Rangkong
sulawesi, hewan ini merupakan salah satu burung endemik Sulawesi. Allo
merupakan salah satu dari enam spesies kunci yang penting bagi indikator
kelestarian Taman Nasional Lore Lindu. Dari 54 jenis yang ada di dunia terdapat
14 jenis burung rangkong tersebar di Di Indonesia , dan terdapat 3 jenis
endemik Indonesia. Tiga jenis yang endemik Indonesia itu ialah Penelopides
exarhatus (Kangkareng Sulawesi) dan Aceros Cassidix (Julang Sulawesi) keduanya
hanya ada di Sulawesi, serta Aceros averitti (Julang Sumba) hanya ada di Sumba.
Semua jenis Rangkong di Indonesia dilindungi oleh undang-undang dan terancam
kepunahan akibat berbagaifaktor.
Di Sulawesi Tengah Taman Nasional
Lore Lindu merupakan rumah yang sangat aman bagi spesies ini, Saat ini
diperkirakan masih terdapat ribuan ekor burung rangkong yang menghuni Taman
nasional Lore Lindu.
7.
Kambing Marica
Kambing Marica adalah
suatu variasi lokal dari Kambing Kacang. Kambing Marica yang terdapat di
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia
yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan hampir punah
(endargement). Daerah populasi kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten
Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi
Sulawesi Selatan. Kambing Marica punya potensi genetik yang mampu beradaptasi
baik di daerah agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun
sangat rendah. Kambing Marica dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau
hanya memakan rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-batu.Ciri yang
paling khas pada kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek
dibanding telinga kambing kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan
lincah dan agresif, adalah salah satu ciri dari kambing Marica
Penurunan populasi kambing kacang (kambing Jawa),
menggugah Muchamad Muchlas dkk untuk menyelamatkan plasma nutfah asli Indonesia
itu dari kepunahan. Pemicunya adalah banyaknya kambing kacang betina produktif
yang disembelih di Rumah Potong Hewan (RPH). Mengambil ovarium yang mengandung
sel telur dari limbah RPH adalah salah satu solusinya.
RPH Sukun Kota Malang menjadi lokasi penelitian
Muchlas dkk. Dari hasil pengamatannya, dalam satu hari ada sekitar 50 ekor
kambing kacang betina yang dipotong. Sementara itu, kambing kacang jantan hanya
30 ekor. Berawal dari situlah ia mulai tergerak. Betapa tidak, jika hal
tersebut dilakukan terus menerus, maka secara tidak langsung populasi kambing
kacang tersebut akan punah.
Muchlas dkk tak ingin hal tersebut terus berlangsung.
Ia pun menerima masukan dan pemikiran dari kedua temannya Safitri dan Lukman
Hakim, serta dosen pembimbingnya, Dr.Ir. Gatot Ciptadi, DESS. Hasilnya,
tercetuslah untuk memanfaatkan ovarium dari limbah kambing kacang betina
produktif dari RPH. “Ovarium yang berpotensi mengandung sel telur kita ambil
dan amankan. Ovarium bisa menjadi embrio melalui teknik fertilisasi in vitro,”
ungkap Muchamad Muchlas kepada Majalah Sains Indonesia.
Konsep dan implementasi dari program Livestock
Genomics House ini sebagai strategi dalam konservasi plasma nutfah kambing
kacang betina produktif dengan metode vitrifikasi sebagai sumber potensial
oosit untuk produksi embrio secara in vitro. Vitrifikasi oosit adalah proses
pembekuan oosit dimana cairan dapat berubah menjadi padat tanpa pembentukan
kristal es.
“Hasil pembekuan sel telur akan dipaket menjadi sebuah
bank oosit yang hasilnya bisa dibuahi melalui kultur folikel preantral.
Pembuahan diharapkan mampu menghasilkan embrio yang nantinya akan dikembangkan
pertumbuhannya melalui teknologi reproduksi,” papar mahasiswa semester 3
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ini. Hasil dari Livestock Genomics
House adalah bibit kambing kacang yang berkualitas yang diperoleh melalui
teknologi reproduksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar